1 Om, 1 Pawang, 5 Bwaya (2)

Rezeki memang gak bisa ditolak, memasuki Medan. Tetanya Luthfi menelpon untuk singgah ke resepsi pernikahan abang sepupu mereka dibilangan Sei Padang. Berbeda dengan kebiasaan di Aceh yang setiap resepsi itu hanya berlangsung sampai dengan ba’da Ashar. Saat itu Medan sedang gerimis, kami melanjutkan perjalanan ke daerah Setia Budi untuk mencari sepatu. Setelah pusing-pusing gak jelas. Kami memutuskan untuk ke Medan Plaza, suntuk masih sama seperti tempat sebelumnya. Carrefour juga bukan pilihan yang tepat untuk menghidupkan malam itu. Kami membuang 2 jam di Palladium 21. Untuk tempat selanjutnya <skip>. Karena malam masih panjang, ada kawan Hanif yang menunggu di Harapan, Harapan tak ubahnya food courtnya Banda Aceh di Blang Padang, namun ini buka hingga 24 jam. Kebanyakan yang jualan juga berasal dari Aceh dan mahir menyajikan kopi Aceh.



Nah, tiba waktunya 1 Om, 1 Pawang, 5 Bwaya ini mendadak menjadi gembel karena tidak tahu dimana mau meluruskan tulang punggung. Luthfi mengusulkan untuk menginap di salah satu rumah mewah punya mendiang tantenya yang juga mantan Walikota Medan di bilangan Tanjung Sari.

Ke esokan harinya, yang jadwalnya berangkat balik ke Banda Aceh pukul 08:00 WIB molor hingga 09:00 WIB. Maklumlah, karena 1 Om, 1 Pawang, 5 Bwaya ini memang tidak terbiasa bangun pagi. Ini juga momen bersilaturahmi dengan orang tua, Luthfi mengunjungi ortunya di salah satu perumahan Medan Tuntungan.

Banyak cerita-cerita konyol menghiasi selama perjalan balik ke Banda Aceh, dimulai dengan MUBES FBI (Forum Buaya Indonesia) mencakupi pembahasan AD ART dan filosofi logo FBI.

Mobil Innova yang di rental juga mencoba untuk melawak, tiba-tiba spion kanan goyang berat dan copot. Untung masih ada kabel sehingga spion tidak sampai pecah. EUREKA.... Tidak ada tali, tidak ada kawat, disinilah proaktif beraksi, kita menggunakan perekat perban yang memang sangat kuat.


Sama seperti buaya karnivora, kami juga gemar memakan daging-daging yang empuk di Warung Sate Geuregok Sarena. Untuk harganya sesuai dengan apa yang kita makan, untuk nasi perporsi Rp. 5000,-, Sate pertusuk Rp. 2500,-, Teh Manis Dingin Rp. 3000,-. Jadi kalikan saja berapa tusuk daging sapi yang anda makan.



Perjalanan ke Banda Aceh terganggu karena hujan lebat dan kabut, jarak pandang hanya 20 meter. Sangat sulit mengemudi dalam keadaan seperti itu dengan dibawah tekanan apabila sampai Banda Aceh diatas pukul 23:00 WIB maka kami akan terkena charge. Untung Ulil yang sangat ahli dalam mengemudi roda empat ini yang juga beberapa kali memenangi Rally berhasil mengantarkan kami kembali ke Banda Aceh. Sempat panik juga pukul 22:24 WIB ada razia di Cot Mesjid Lueng Bata. Namun tidak ada masalah dan semua senang susahnya perjalanan ini akan ditanggung penuh oleh 1 Om, 1 Pawang, 5 Bwaya.

Sekian terima kasih !!!

Comments

Popular posts from this blog

How do I get from Banda Aceh to the Breuh Island?

Liang Beach, Most Beautiful Place in Ambon